Kita Harus Kembali “Be Te Tulaq” Puncak Acara Pesona Budaya Pengadangan
BAGIKPAPAN.COM – Pesona Budaya Pengadangan adalah event tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah Desa Pengadangan bersama masyarakat dengan upaya melestarikan adat istiadat, merepresentasikan harmonisasi antara adat dan agama, menjaga dan mempererat simpul-simpul persatuan masyarakat pedesaan kemudian menjadikan tanah kelahiran mempesona melalui anggunnya paras budaya.
Pesona Budaya Desa Pengadangan V telah usai digelar setelah 14 (empat belas) hari terlaksana. Kegiatan diakhiri dengan ritual budaya “Betetulak“.
Dalam acara tersebut dihadirkan semua tokoh agama, tokoh adat dan elemen pemerintah yang ada di Lombok Timur. Bahkan dalam acara tahun 2022 ini hadir gubernur Nusa Tenggara Barat.
Disalin dari postingan facebook Asri D’gila, Be-Te-Tulaq bukan sekedar ceremony tahunan yang digelar sebagai puncak acara Pesona Budaya Desa Pengadangan. Dalam prosesi Be-Te-Tulaq terkandung makna yang sangat luhur dan tentunya itu perlu diketahui oleh publik.
Berikut adalah deskripsi Be-Te-Tulaq (Ritual Adat Gama Di bawah Kaki Gunung Rinjani). Tulak Tipak Siq Skeq Skeq-Ang Siq Lueq, Lueq-Ang Siq Skeq (Kembali kepada yang satu daripada yang banyak, perbanyak yang satu). Jika dalam kehidupan sehari-hari apa yang kita inginkan sudah kita perjuangkan sampai batas kemampuan, maka hasil atas segala hajat dan ikhtiar tersebut kita kembalikan pada Dzat yang maha satu yakni Allah SWT. Jika, kita berturur dan bertindak menyimpang ,maka
mari kita kembali.
“Jika kapasitas sebagai abdi dan hamba tak lagi kita jalankan maka, mari kita kembali“ (Be-Te-Tulaq).
Betetulaq berasal dari kata tulak yang berarti kembali, merupakan tradisi/adat
istiadat suku Sasak yang biasanya dilakukan pasca datangnya wabah penyakit atau bencana alam. Sesuai dengan asal katanya yakni, ‘Tulak’ bahwa tujuan utama ritual ini adalah untuk memohon supaya segala jenis musibah dan penyakit agar kembali kepada yang menciptakan dan mengendalikannya, yakni ALLAH SWT (Tulak Tipak Siq Skeq).
Deskripsi Iring- Iringan Dulang Ritual Betetulaq dimulai dengan para wanita membawa dulang dari empat arah pejuru mata angin dan bertemu di tengah-tengah perempatan. Dulang yang dibawa secara serentak merupakan representasi dari persatuan yang bergerak selaras demi tercapainya keindahan, kedamaian dan kesejahteraan (Berajong Rembaq, Berbaris Indip).
“**
Pertemuan Tokoh Adat Dan Tokoh Agama
Pertemuan antara tokoh agama dan tokoh adat adalah simbol dari penyatuan antara
adat dan agama yang terbingkai dalam satu kata yakni, Adat Gama. Setelah pertemuan ini, ketika Begibung (makan bersama satu wadah) simbol ini kemudian diterjemahkan dalam posisi tokoh adat dan tokoh agama yang duduk dan makan bersama dalam satu Dulang Atas. Seperti Adat dan Agama yang menyatu dalam garis dan tujuan yang sama menuju Allah SWT.
Dalam kehidupan bermasyarakat manusia diatur oleh 3 hukum yakni hukum agama,
hukum pemerintahan dan hukum adat. Tokoh Agama adalah simbol dari hukum agama (Berangkat dari Masjid). Tokoh adat dan pemerintahan adalah simbol dari hukum adat dan Pemerintahan (berangkat dari Kantor Desa) . Bertemu di tengah-tengah perempatan tepat di depan pohon beringin. Tiga hukum ini, jika dijadikan dasar untuk bertindak sebagai pemimpin dalam hidup bermasyarakat.
Sementara itu, pohon beringin adalah simbol sila ke 3 yakin persatuan Indonesia. Dengan kata lain, Pemimpin yang tetap berpegang pada hukum agama, hukum pemerintahan dan hukum adat akan mampu mewujudkan masyarakat yang damai.
Sumber: