Halo para pecinta sejarah dan seni panggung
Teater Dewata: Jam 3.00 Sore, 26/10/2025 tadi, kita baru saja disuguhi sebuah mahakarya kolosal yang sukses membius penonton di Dewan Utama Kompleks Warisan Sultan Abu Bakar, Johor Bahru. Teater “Dewata; Cinta Antara Takhta” persembahan dari Persatuan Gerak Teater Tari Johor Bahru (GTTJB) ini bukan sekadar tontonan, melainkan sebuah perjalanan emosional ke masa lalu Nusantara yang penuh intrik.
Sebagai peminta Teater Lombok, berada di Malaysia membuat saya tertarik untuk menyaksikan Teater seperti di Lombok dahulu kita juga sering disuguhkan drama panggung cerita CUPAK GERANTANG, dan drama panggung kisah kisah Sahabat Nabi dan kini saya bisa menyaksikan Teater Dewata “Cinta Antara Tahkta”. Jika Anda penasaran bagaimana rasanya melihat langsung bentrokan antara urusan negara dan gairah cinta sejati, ulasan ini untuk Anda!
Cinta Terlarang di Persimpangan Dua Takhta
Kisah ini berpusat pada tragedi percintaan antara Puteri Ratna Ayu Anindita dari Majapahit dan Putera Megat Seri Iskandar dari Melaka. Di tengah upaya diplomasi damai yang melibatkan Pokok Daun Emas, benih cinta tumbuh tak terduga, melanggar tatanan politik yang telah ditetapkan. Anindita, yang sudah ditunangkan demi kepentingan kekuasaan Majapahit, harus memilih: takhta atau cinta. Keputusan sang putri memicu murka Prabu Wijaya, Sang Raja Majapahit. Bagi Prabu, hubungan itu adalah aib dan ancaman yang harus dimusnahkan demi menjaga marwah kerajaan. Perjuangan Megat dan Anindita pun harus berhadapan dengan tipu daya kejam yang disusun oleh Raden Dharmajaya dan Puteri Kresna.

Klimaks Tragis yang Menyisakan Penyesalan Abadi
Inilah bagian yang paling mengoyak emosi. Sang Sutradara berhasil membawa kita pada klimaks yang memilukan. Cinta sejati itu harus bertekuk lutut di hadapan kepentingan takhta, yang berakhir tragis bagi kedua kekasih. Namun, bukan hanya nasib Anindita dan Megat yang menjadi sorotan. Pukulan terbesar adalah penyesalan mendalam Prabu Wijaya. Kepedihan hati seorang ayah yang kehilangan putrinya akibat kekerasan kekuasaan terungkap dalam dialog puncak yang tak terlupakan:
“BAHWA CINTA ADALAH KUTUKAN.”

Ucapan ini adalah pengakuan Raja bahwa, di akhir segalanya, pengorbanan politik terbesar adalah pengorbanan hati dan darahnya sendiri.
Visi Sutradara yang Membawa Kita Kembali ke Masa Lalu. Sutradara, Sang Purba, layak mendapatkan apresiasi setinggi-tingginya. Keahliannya dalam menggabungkan elemen seni menjadikan teater ini begitu hidup.
Dekorasi Panggung yang Epik: Tata panggung bukan hanya latar, melainkan “mesin waktu”. Setiap detail dekorasi dan properti berhasil membangkitkan suasana megah istana Majapahit, membuat kita merasa seolah-olah menjadi saksi mata peristiwa sejarah tersebut.
Lakonan dan Tarian yang Brilian: Didukung oleh hampir 50 staf dan pelakon, akting para pemeran utama (terutama yang memerankan Anindita, Megat, dan Prabu Wijaya) terasa autentik dan mendalam. Ditambah dengan koreografi tarian yang indah, emosi disalurkan bukan hanya lewat kata, tetapi juga gerakan.
Penggunaan Bahasa: Pilihan menggunakan bahasa Melayu halus yang diperkaya nuansa Jawa-Sunda semakin menambah kedalaman dan otentisitas budaya Nusantara.
“Teater Dewata; Cinta Antara Takhta” adalah sebuah mahakarya yang harus diapresiasi. Ini adalah pengingat kuat bahwa sejarah dan emosi saling terkait, dan bahwa terkadang, harga untuk mempertahankan takhta adalah mengorbankan hati yang paling murni.
Jika Anda melewatkan pertunjukan pada 26 Oktober 2025 lalu, mari kita nantikan pertunjukan ulang atau karya GTTJB berikutnya!
Bagi yang sudah menonton, adegan manakah yang paling berkesan bagi Anda? Tulis komentar Anda di bawah!